Siapa yang pernah mengira sebuah film anime Jepang ternyata bisa mengilhami penemuan penting yang merevolusi anggapan tak terpatahkan di dunia transmisi telekomunikasi nirkabel. Tapi hal itulah yang “menghidupkan” pria asal Indonesia ini karena berhasil memegang dua paten penting di bidang telekomunikasi. Ia bersama koleganya berhasil mengagas sebuah ide untuk memecahkan problem transmisi nirkabel.

Dengan mengenyahkan GI, dan memanfaatkan dekoder turbo, secara teoritis malah bisa menghilangkan rugi daya transmisi karena tak perlu mengirimkan daya untuk GI. Hilangnya GI juga bisa diisi oleh parity bits yang bisa digunakan untuk memperbaiki kesalahan akibat distorsi (error correction coding).
Khoirul Anwar seorang peneliti asal Dusun Jabon, Desa Juwet, Kecamatan Kunjang, Kabupaten Kediri, Jawa Timur ini berhasil membuat penelitiannya tersebut menjadikan para ilmuwan dunia berkhidmat pada penemuannya.
Penelitiannya dimulai saat ia terdesak ketika harus mengajukan tema penelitian untuk mendapatkan dana riset, Khoirul memeras otaknya. Akhirnya ide itu muncul juga dari Dragon Ball Z, film animasi Jepang yang kerap ia tonton.
Ia terilhami dai Goku, sang tokoh utama Dragon Ball Z, hendak melayangkan jurus terdahsyatnya, 'Genki Dama' alias Spirit Ball, Goku akan menyerap semua energi mahluk hidup di alam, sehingga menghasilkan tenaga yang luar biasa.
"Konsep itu saya turunkan formula matematikanya untuk diterapkan pada penelitian saya," kata Khoirul.
Maka inspirasi itu kini mewujud menjadi sebuah paper bertajuk "A Simple Turbo Equalization for Single Carrier Block Transmission without Guard Interval."
Khoirul memisalkan jurus Spirit Ball Goku sebagai Turbo Equalizer (dekoder turbo) yang mampu mengumpulkan seluruh energi dari blok transmisi yang ter-delay, maupun blok transmisi terdahulu, untuk melenyapkan distorsi data akibat interferensi gelombang.
Asisten Profesor berusia 31 tahun ini dapat mematahkan anggapan yang awalnya mustahil di dunia telekomunikasi. Khoirulpun mematahnkan pernyataan tersebut dan kini sebuah sinyal yang dikirimkan secara nirkabel, tak perlu lagi diperisai oleh guard interval (GI) untuk menjaganya kebal terhadap delay, pantulan, dan interferensi. Turbo equalizer-lah yang akan membatalkan interferensi sehingga receiver bisa menerima sinyal tanpa distorsi.
Dengan mengenyahkan GI, dan memanfaatkan dekoder turbo, secara teoritis malah bisa menghilangkan rugi daya transmisi karena tak perlu mengirimkan daya untuk GI. Hilangnya GI juga bisa diisi oleh parity bits yang bisa digunakan untuk memperbaiki kesalahan akibat distorsi (error correction coding).
"GI sebenarnya adalah sesuatu yang ‘tidak berguna’ di receiver selain hanya untuk menjadi pembatas. Jadi mengirimkan power untuk sesuatu yang ‘tidak berguna’ adalah sia-sia," kata Khoirul.
Pada penemuan ini, Khoirul bertugas untuk merumuskan formula matematikanya secara konkrit, lalu Hui Zhou rekannya yang juga merupakan profesor utama di laboratorium tempat Khoirul bekerja, bertugas untuk membuat programnya.
Metode ini bisa dibilang mampu memecahkan problem transmisi nirkabel. Apalagi ia bisa diterapkan pada hampir semua sistem telekomunikasi, termasuk GSM (2G), CDMA (3G), dan cocok untuk diterapkan pada sistem 4G yang membutuhkan kinerja tinggi dengan tingkat kompleksitas rendah.
Penelitiannya ini juga bisa diterapkan Indonesia, terlebih di kota besar yang punya banyak gedung pencakar langit, maupun di daerah pegunungan. Sebab di daerah tadi biasanya gelombang yang ditransmisikan mengalami pantulan dan delay lebih panjang.
Tak heran bila temuan ini berhasil mbesut penghargaan Best Paper untuk kategori Young Scientistpada Institute of Electrical and Electronics Engineers Vehicular Technology Conference (IEEE VTC) 2010-Spring yang digelar 16-19 Mei 2010, di Taiwan.
Ayah dari tiga anak ini juga sebelumnya juga pernah menemukan cara mengurangi daya transmisi pada sistem multicarrier seperti Orthogonal frequency-division multiplexing (OFDM) dan Multi-carrier code division multiple access (MC-CDMA).
Sukses di negeri orang tak membuat putra dari pasangan (almarhum) Sudjianto dengan Siti Patmi ini melupakan tanah kelahirannya. "Suatu saat saya juga akan tetap pulang ke Indonesia. Setelah meraih ilmu yang banyak di luar negeri," kata Khoirul.
Menurutnya,banyak orang Indonesia yang memandang sebelah mata pada ilmuan- ilmuwan indonesia yang menetap di luar negri. Banyak yang mengira jikalau para ilmuwan tersebut lebih memilih berprestasi di negeri luar negerei karena penemuan kemungkinan akan dibayar mahal, namun, menurutnya keberadaan insan-insan tersebut di luar negeri malah akan membantu membuka mata dunia akan prestasi-prestasi Indonesia yang membanggakan.
Selain aktif di dunia penelitian, Khoirul juga sering mendapat tawaran untuk memberikan kuliah kebudayaan Indonesia, maka di kesempatan seperti itulah ia banyak menceritakan Indonesia secara luas. "Keberadaaan kita di luar negeri tak berarti kita tidak cinta Indonesia, tapi justru kita sebagai duta Indonesia," ujarnya.
( Sumber : banggaindonesia.com )