• Kaos Unik

    Supplier Kaos Polos berbagai jenis, lebih dari 25 warna, bahan cotton combed. Bisa sablon satuan.

  • Aldovarez

    Menerima pesanan berbagai jenis sepatu pria dan wanita. Rapih, bahan berkualitas, dan tahan lama.

  • Jackleat Jacket

    Jacket Leather alias Jaket Kulit, menerima pesanan jaket kulit asli Garut. Kualitas export. Bergaransi.

  • Kita Bikinin

    Mulai dari Kaos, Kemeja, Polo Shirt, Jaket, Sweater, Tas, Celana, Training Pack, Seragam, dll. Berpengalaman.

  • Indo Event

    Informasi event-event di Indonesia. Event formal hingga informal. Segera publikasikan event anda.

Perkembangan dan Prospek UAV Di Indonesia

Mengingat kita memiliki banyak ahli di bidang UAV (Unmanned Aerial Vehicle) dan sudah terbukti dengan banyaknya varian produk yang dihasilkan, saya mempromosikan penggunaan teknologi UAV di Indonesia melalui tulisan terdahulu yang berjudul “Habis Nomad Bangunlah Skuadron UAV”. Melalui tulisan serial otak Indonesia (2) ini saya ingin menuliskan beberapa fakta mengenai UAV Made In Indonesia untuk meyakinkan Anda sekalian bahwa otak kita sudah cukup cerdas untuk membuat UAV sendiri yang bisa kita manfaatkan sendiri maupun kita ekspor. Referensi utama tulisan ini adalah Majalah Angkasa edisi koleksi UAV.


Oktober 2006, pemerintah dikabarkan telah mengalokasikan 5 juta dollar AS untuk pembelian UAV dari Israel jenis Searcher Mk-II. Jenis UAV ini memang unggul secara teknologi dan yang jelas sudah battle proven. Mampu terbang selama 15 jam dengan jarak jangkau hingga 250 km serta mampu terbang hingga 20.000 kaki. Dengan daya beban hingga 100 kg, UAV Israel ini dapat membawa kamera TV resolusi tinggi, serta Automatic Video Tracker yang sangat dibutuhkan dalam sebuah operasi militer. Namun kelanjutan rencana ini tidak bisa diketahui karena kemudian mengundang demo penolakan produk Israel.

30 Mei 2006, Menhan sudah menyerahkan 5 UAV kepada TNI hasil produksi bersama PT DI, PT Pacific Technology, PT Pindad dan LEN. Akhir April 2009, TNI juga terus melakukan uji coba lanjutan meliputi uji manuver, low speed performance, low altitude capability dan recovery. Bila berhasil, berikutnya adalah uji coba sistem termasuk monitoring dan pengiriman data dan pengendalian dari Command Post Cabin.
Melihat fakta di atas sepertinya pemerintah sudah melirik UAV sebagai teknologi militer masa depan.

Yang jadi masalah sekarang adalah jangan sampai ahli-ahli dan industri UAV kita hanya melongo dan menjadi penonton saja dari UAV-UAV yang nanti akan beterbangan di langit kita. Jangan sampai kita mengulangi kebodohan pemerintah dulu terhadap teknologi GSM. Saat itu kita sudah memiliki ahli-ahli yang menguasai teknologi GSM tapi pemerintah lebih suka mengimpor handphone dan teknologi GSM sehingga sekarang kita hanya bisa menjadi konsumen belaka sehingga duit kita lari semua ke Finlandia (Nokia), Korea Selatan (Samsung) maupun Cina.

Kalau Anda masih meragukan otak kita dalam urusan UAV, cobalah berkunjung ke Bandung. Di kota ini berderet industri swasta yang bergerak di bidang pengembangan UAV seperti Globalindo Technology Services Indonesia, Uavindo, Aviator, dan Robo Aero Indonesia. Juga ada perusahaan berbasis aeromodelling sebagai pemasok suku cadang UAV seperti Telenetina dan Bandung Modeler.

PT Dirgantara Indonesia, sebenarnya memiliki sumber daya yang lebih dari cukup untuk urusan UAV, wong membuat pesawat saja bisa.Tapi sayang, PT DI baru bisa menghasilkan prototipe UAV kelas ringan dengan nama RUTAV. Alasan utama adalah tiadanya dana.

PT Globalindo Technology Services Indonesia (GTSI) didirikan oleh Endri Rachman, mantan karyawan PT DI yang hijrah ke Malaysia menjadi dosen di Universiti Sains Malaysia. Beliau dan bersama sesama mantan karyawan PT DI mendirikan perusahaan PT GTSI. UAV perdananya adalah Kujang , mampu membawa muatan kamera survaillance 20 kg, lama terbang 2-3 jam dengan kecepatan maksimal sampai 150 km/jam. Ironisnya, peminat pertama UAV Kujang ini adalah Malaysia, bukan pemerintah Indonesia.
Selain UAV Kujang, PT. GTSI telah berhasil menbuat pesawat UAV lainnya seperti UAV Keris dan UAV Bumerang.

UAV KUJANG diproduksi oleh PT. GTSI


PT Uavindo sudah mengembangkan UAV sejak 1994 di mana dimulai dengan berkumpulnya para insinyur lulusan Teknik Penerbangan ITB dengan dimotori Dr Djoko Sardjadi. Produk pertamanya adalah SS-5 (SkySpy-5) di tahun 2003 yang kemudian menjadi UAV lokal pertama yang dioperasikan oleh militer, lengkap dengan Ground Control Station yang ditempatkan pada sebuah truk Perkasa keluaran Texmaco. SS-5 ini mampu terbang selama 2-3 jam dengan jarak sampai 25 km untuk fungsi survaillance melalui kamera yang dibawanya. Saya tidak tahu apakah TNI masih menggunakan produknya (selanjutnya ada pengembangan ke SS-20), tapi ironisnya Malaysia memesan UAV SM-75 dari perusahaan ini.

SS-5 diproduksi oleh PT.UAVINDO


PT Aviator, dibentuk oleh beberapa mantan karyawan PT Uavindo. Produk unggulannya adalah SmartEagle II , mampu terbang selama 6 jam dengan jarak maksimum 300 km. Bisa diadu dengan Searcher Mk II dari Israel, hanya sayangnya berat muatan maksimum hanya sampai 20 kg, bandingkan dengan beban 100 kg yang mampu dibawa oleh Searcher Mk II. Sekarang PT Aviator menggandeng Irkuts dari Rusia untuk memasarkan produk secara bersama.

Smart Eagle II diproduksi oleh PT. AVIATOR


PT Robo Aero Indonesia (RAI) didirikan oleh beberapa dosen ITB yang melihat peluang besar bisnis UAV di dalam maupun luar negeri. Mereka sudah membuat prototipe UAV dengan jarak operasional 20 km, 50 km dan 100 km secara otonomi .

UAV buatan mahasiswa Teknik Penerbangan ITB sudah mampu unjuk gigi dengan menjuarai kontes UAV di Taiwan dan Korea Selatan.

BPPT juga sudah membuat beberapa prototipe UAV yang dalam produksi dan pemasarannya menggandeng PT Aviator dan UKM Djubair OD di Tangerang.

Yang membuat saya bangga, kalau Anda membaca The UAV Market Report: Forecast and Analysis 2008 – 2018, Indonesia ditempatkan di posisi terhormat sebagai salah satu produsen UAV di Asia Pasifik dengan produk yang dituliskan di laporan tersebut adalah PUNA (keluaran BPPT), Smart Eagle I & II (keluaran PT Aviator) dan SS-5 (keluaran PT Uavindo)

Sebagai penutup tulisan ini marilah kita hitung-hitungan. Untuk membeli sebuah pesawat patroli maritim sekelas CN-235 MPA butuh dana 30-35 juta dollar AS. Dengan dana yang sama kita bisa beli 6-7 buah UAV dari Israel lengkap dengan GCS, kamera dan sistem pendukungnya. Berarti kita sudah bisa membentuk 1 skuadrom UAV lengkap. Kalau dana itu dipakai untuk membeli UAV lokal dengan spesifikasi standar, kita bisa membeli 20-30 UAV intai, berarti bisa membentuk 3-4 skuadron intai.

Coba kalau Patroli Bea Cukai di Kepulauan Riau dan Selat Malaka menggunakan UAV, pastilah penyelundupan dari Singapura dan Malaysia ke pantai timur Sumatera bisa banyak dicegah.
Demikian pula seandainya kapal patroli DKP (Departemen kelautan dan perikanan) di laut Natuna, laut Aru, laut Banda maupun Selat Sulawesi dilengkapi UAV pastilah pencurian ikan bisa ditindak dengan biaya yang lebih murah. Bukan seperti tahun lalu, baru tender pengadaan kapal patroli saja sudah ada korupsi.

Kalau Anda cermat, beberapa bulan belakangan ini MetroTV sudah mulai menggunakan UAV untuk siaran langsung saat penggebrekan teroris di Jatiasih, Temanggung dan Jebres Solo, juga saat liputan mudik lebaran yag lalu. Jadi UAV ini akan semakin memasyarakat, sayang kalau orang-orang bule dan para tengkulak (baca: importir) yang dapat untung dari negeri ini seperti kasus-kasus teknologi sebelumnya.


Ditulis ulang 0leh Dipl.-Ing. Endri Rachman dari Kompasiana - Internet dari Artikel Aslinya yang berjudul Serial Otak Indonesia (2) : UAV Made in Indonesia, tulisan Osakurniawan Ilham.



(Sumber : facebook.com/note.php?note_id=109832589053312)

Categories: ,

 
  • Jumlah Pengunjung

    Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
  • Traffic

  • The Republic of Indonesian Blogger | Garuda di Dadaku

  • Submit Express Inc.SEO Services & Tools