• Kaos Unik

    Supplier Kaos Polos berbagai jenis, lebih dari 25 warna, bahan cotton combed. Bisa sablon satuan.

  • Aldovarez

    Menerima pesanan berbagai jenis sepatu pria dan wanita. Rapih, bahan berkualitas, dan tahan lama.

  • Jackleat Jacket

    Jacket Leather alias Jaket Kulit, menerima pesanan jaket kulit asli Garut. Kualitas export. Bergaransi.

  • Kita Bikinin

    Mulai dari Kaos, Kemeja, Polo Shirt, Jaket, Sweater, Tas, Celana, Training Pack, Seragam, dll. Berpengalaman.

  • Indo Event

    Informasi event-event di Indonesia. Event formal hingga informal. Segera publikasikan event anda.

Pesawat Tanpa Awak Malaysia Ternyata Buatan Barudak Bandung!

Dalam cerita Melayu, Tamingsari adalah senjata sakti Hang Tuah berupa keris yang dapat terbang mencari sasaran sendiri tanpa harus dikendalikan si empunya. Nama itulah yang kemudian diabadikan sebagai nama pesawat tanpa pemandu atau Unmanned Aerial Vehicle/UAV. Tamingsari kini identik dengan UAV made in Malaysia. Padahal, UAV Tamingsari asli buatan bangsa Indonesia, bahkan dibuatnya pun di Arcamanik, Bandung.


Sebagaimana kebiasaan Malaysia yang terkenal karena suka main klaim milik orang, UAV yang dikembangkan mantan karyawan IPTN Endri Rachman sejak tahun 2000 dan dibuat di Arcamanik tahun 2004 itu pun tak luput dari klaim mereka. Tengok judul berita harian Malaysia, The Star, 25 September 2005 yang provokatif ”Our Own Spy Plane Prototype”, meneguhkan klaim itu.

”Padahal, UAV Tamingsari itu bikinan saya, dibuatnya pun di Arcamanik. Untungnya, Tamingsari masih dikendalikan secara manual menggunakan remote control, tidak menggunakan logika autopilot yang saya kembangkan kemudian,” kata Endri saat ditemui Kompas di pabrik pesawat UAV-nya di Arcamanik.

Malaysia

Sakit hati dengan ulah Malaysia, Endri diam-diam melanjutkan pengembangan UAV yang berbeda dengan Tamingsari, yakni UAV yang mengikuti penerbangan berdasarkan logika autopilot berkat peranti lunak yang didesainnya.

Kini, bersama rekan di Globalindo Technology Services Indonesia (GTSI), sebuah perusahaan pembuat UAV yang didirikannya dan bermarkas di Jalan Cihampelas, Bandung, ia terus menyempurnakan kemampuan terbang UAV-nya.

Di perusahaan yang dijalankan empat teknisi jebolan Jerman, ITB, dan IPTN serta 12 karyawan lulusan STM yang sehari-hari bekerja di pabrik pesawat di Arcamanik, lahir UAV yang diberi nama Kujang. Meski tidak bisa terbang sendiri seperti Tamingsari, Kujang yang merupakan senjata khas Sunda yang bentuknya seperti sabit itu tetap dikenal keandalannya.

Sayangnya, pemesan pertama Kujang ini adalah sebuah lembaga riset Malaysia. Di negeri sendiri, Endri dengan UAV yang dikembangkannya bukanlah siapa-siapa!

”Setidak-tidaknya ketika dibawa ke Malaysia, namanya tetap Kujang,” harap Endri yang berdiaspora ke negeri jiran sebagai dosen pascakolapsnya IPTN.

Perbedaan mencolok antara Tamingsari dan Kujang yang keduanya dibuat Endri adalah pada cara kerja. Tamingsari dikendalikan pengendali jarak jauh sehingga daya jelajahnya terbatas karena harus selalu terlihat oleh mata telanjang. Lepas sedikit dari radius gelombang radio yang memang terbatas, ia terbang tanpa kendali dan jangan berharap bisa kembali.

Berbeda dengan Kujang yang merupakan pesawat pintar (smartplane) tanpa awak, pada uji coba di Lanud Sulaeman, Bandung, Kujang berhasil mengikuti logika terbang mandiri berdasarkan titik koordinat yang sudah ditentukan. Sesuatu yang tidak mungkin dilakukan Tamingsari!

Meski Endri mengaku jengkel dengan Malaysia yang mengklaim hasil kerjanya, ia menyatakan sangat berterima kasih kepada negeri yang sudi menampung diri dan keluarganya selama ini.

Kalau pada saat keluar dari IPTN tahun 1998 Indonesia hanya menggajinya di bawah Rp 1 juta, Malaysia menghargainya Rp 15 juta per bulan plus fasilitas rumah dan kendaraan sebagai dosen.

Keleluasaan

Universitas tempatnya mengabdi, yakni Universiti Sains Malaysia (USM), juga memberi keleluasaan menggunakan laboratorium aeronotika yang lengkap. Di laboratorium USM inilah Endri menemukan logika terbang mandiri (autopilot) untuk pesawat UAV yang dikembangkannya, yang kemudian ia beri nama Kujang.

Bersama rekan-rekannya sesama pelarian IPTN, Endri bertekad tetap memproduksi UAV di Indonesia meski harus mandiri tanpa uluran tangan pemerintah.


( Sumber : Tamingsari Vs Kujang, Harian Kompas, Jumat, 1 Februari 2008)

Categories: ,

 
  • Jumlah Pengunjung

    Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
  • Traffic

  • The Republic of Indonesian Blogger | Garuda di Dadaku

  • Submit Express Inc.SEO Services & Tools